Digulirkannya wacana ad hoc untuk KPU Kabupaten/ Kota, menjadi perbincangan hangat di kalangan sekretariat KPU akhir-akhir ini. Wacana yang digulirkan oleh Ketua Pansus RUU Pemilu tersebut sedikit banyak menjadi pertanyaan di kalangan sekretariat KPU, apakah ini menjadi bentuk pelemahan kelembagaan KPU sebagai penyelenggara pemilu? Adapun alasan yang dilontarkan oleh Ketua Pansus tersebut cukup beralasan, dimana apabila nanti pemilu dilaksanakan serentak, maka banyak waktu yang kosong pada kegiatan di lembaga KPU sebagai penyelenggara pemilu, memang tidak bisa dipungkiri alasan tersebut memang benar adanya bagi masyarakat awam yang masih belum mengerti betul apa itu penyelenggara pemilu.
Ditarik dari teori ataupun pengertian lembaga penyelenggara pemilu atau biasa disebut Electoral Management Body (EMB), adalah organisasi atau badan yang memiliki tujuan tunggal, dan secara hukum bertanggung jawab untuk, mengelola beberapa atau semua elemen yang penting untuk pelaksanaan pemilihan dan instrumen-seperti demokrasi langsung sebagai inisiatif referendum, warga dan mengingat orang -jika mereka adalah bagian dari kerangka hukum.[1]
Secara kelembagaan Badan Pelaksana Pemilu (EMB) mempunyai tugas pokok/unsur-unsur pokok dalam tugasnya meliputi :
menentukan siapa yang berhak untuk memilih;
menerima dan memvalidasi nominasi peserta pemilu (pemilihan, partai politik dan / atau calon);
melakukan pemungutan suara;
menghitung perolehan;
melakukan tabulasi;[2]
Selain unsur-unsur penting di atas, Badan Pelaksana Pemilu (EMB) juga melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan instrument pemilu, diantaranya pendaftaran pemlih, penetapan batas-batas pemilih, pendidikan pemilih dan penyampaian informasi, penyelesaian sengketa pemilu. Namun, Lembaga yang hanya memiliki tanggung jawab pemilu tertentu, misalnya, pendapilan (seperti komisi penetapan dapil), penyelesaian sengketa pemilu (seperti pengadilan pemilu), pemantauan media pemilu (seperti komisi pemantauan media), atau pelaksanaan pendidikan pemilih dan informasi (seperti komisi pendidikan kewarganegaraan) tidak dianggap sebagai EMB karena tidak mengelola salah satu elemen penting diidentifikasi di atas. Demikian pula, populasi nasional atau biro statistik yang menghasilkan register pemilu sebagai bagian dari proses umum registrasi penduduk, juga tidak bisa dianggap sebagai EMB. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penyelenggara pemilu adalah lembaga yang benar-benar melaksanakan tugas-tugas pokok diatas.
Nah, salah satu alasan yang cukup menarik yang disampaikan oleh Ketua Pansus RUU Pemilu,[3] adalah dengan disamakannya KPU dengan Bawaslu, dimana Panwaslu Kabupaten/ Kota juga dalam posisi ad hoc, hal ini bisa dikatakan tidak beralasan kuat, karena walaupun menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum disebutkan dalam pasal 1 ayat ( 5 ) bahwa “Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis”. Akan tetapi Bawaslu tidak melakukan tugas-tugas pokok sebagaimana lembaga Badan Pelaksana Pemilu ( EMB ), sehingga dapat disimpulkan secara teoritik Bawaslu bukan merupakan lembaga pelaksana pemilu.(lebih jelasnya lihat tugas dan wewenang Bawaslu sebagaimana ada di Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu pasal 73 ayat ( 3 )).
Berkaitan dengan kedudukan KPU sebagai penyelenggara pemilu (EMB) sangat erat kaitannya dengan Siklus Pemilu (electoral cycle). Di dalam siklus pemilu tersebut mencakup tahapan untuk proses pemilihan: dalam pemilihan, misalnya, desain dan penyusunan peraturan perundang-undangan, perekrutan dan pelatihan staf pemilihan, perencanaan pemilu, pendaftaran pemilih, pendaftaran partai politik, pencalonan partai dan calon, kampanye pemilu, pemungutan suara, penghitungan, tabulasi hasil, deklarasi hasil, penyelesaian sengketa pemilu, pelaporan, audit dan pengarsipan. Setelah akhir satu proses pemilu, itu diinginkan untuk bekerja untuk memulai pada berikutnya.
Dalam menentukan apakah suatu EMB permanen atau sementara sesuai atau tidak, diperlukan pertimbangan beban kerja sepanjang siklus pemilu, dan biaya pemeliharaan lembaga permanen harus dibandingkan dengan biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk badan baru untuk setiap pemilu. Dimana EMB sementara ( Ad hoc ) dirasa tepat, penting untuk mempertimbangkan bagaimana dokumen kelembagaan yang berkaitan dengan pemilu akan dipertahankan. Di mana peristiwa pemilu terjadi secara teratur-seperti biasa parsial atau dengan-pemilihan dan pemilih terus menerus pendaftaran-atau di mana melanjutkan pekerjaan pembangunan pemilu, seperti pendidikan pemilih yang sedang berlangsung dan informasi atau advokasi reformasi undang-undang pemilihan yang dibutuhkan, lembaga pemilihan permanen sangat diperlukan.
Apabila memang diperlukan KPU sebagai penyelenggara pemilu yang bersifat tetap, maka perlu adanya rancangan kegiatan dalam siklus pemilu yang berkelanjutan, terprogram dan komprehensif. Terutama program-program pasca pemilu, diantaranya penguatan kelembagaan & pengembangan kinerja professional, pemutakhiran daftar pemilih, reformasi badan penyelenggara pemilu, usulan reformasi hukum, kajian audit dan evaluasi, pengarsipan dan penelitian. Inilah yang menjadi “PR” bagi KPU untuk merumuskan kegiatan-kegiatan tersebut secara riil dalam mengisi kekosongan yang diakibatkan oleh pemilu serentak. Kekurangan KPU adalah tidak adanya Badan Litbang tersendiri yang bertugas merencanakan suatu kegiatan dan mengevaluasinya. Dengan adanya perencanaan kegiatan yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengembangan penelitian dan lebih mengedepankan lokalitas kedaerahan, maka kegiatan tersebut lebih mampu menghasilkan output yang maksimal. Paling tidak Litbang tersebut ada dalam setiap KPU Provinsi, sehingga dapat lebih detail dalam merencanakan, dan mengevalusi kegiatan-kegiatan tersebut.
(Hedrian Haswara Bayu/ Staf KPU Kabupaten Pamekasan)
Referensi:
[1]The International IDEA Handbook, Electoral Management Design, Stockholm, Publications Office International IDEA, 2006, hal. 5
[2] Ibid,
[3] “Bawaslu Kab/Kota tidak dipermanenkan, tapi KPU Kabupaten/Kota juga di Ad-Hic ka. Karena kan serentak, ada sisa nasa jabatan dimana mereka gak punya tugas lagi. Ini kabar buruk untuk KPU Kab/Kota” kata Ketua Pansus RUU Pemilu pada Acara Seminar Nasional AIPI di UGM Jogjakarta, 27 April 2017 diakses dari www.rumahpemilu.org