Berita Terkini

BERUSAHA BERTANGGUNG JAWAB ATAS TUGASNYA

  Surabaya, jatim.kpu.go.id- Dian Eka Novita, salah satu dari enam ADC atau Pembantu Administrasi Umum yang ada di Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim). ADC atau Pembantu Administrasi Umum masuk dalam subbagian Umum dan Logistik. Perempuan yang akrab disapa Eka ini hampir 3 tahun menjadi ADC Ketua KPU Jatim, Eko Sasmito. Menjadi ADC orang nomor satu di KPU Jatim menurut lulusan Pendidikan Matematika ini bukan hal yang mudah. Namun, pada prinsipnya ia berusaha bertanggung jawab atas tugas-tugasnya. Secara normatif, ADC memiliki tugas mendampingi Anggota KPU dan Sekretaris, melayani kebutuhan Anggota KPU dan Sekretaris terkait dengan kedinasan, serta membantu tugas-tugas administrasi Anggota KPU dan Sekretaris. Sedangkan untuk Eka sudah tentu yang berkaitan dengan Ketua KPU Jatim. Sebagai ADC Ketua, menurut perempuan yang juga masih aktif di Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) ini, salah satu tugas yang menjadi tantangannya yakni mempersiapkan bahan presentasi Ketua. Tidak berlatarbelakang politik atau hukum, diakui menjadi kesulitan tersendiri bagi Eka untuk mempersiapkan bahan presentasi. Meski demikian, bagi Eka hal ini adalah sebuah tantangan yang harus bisa ia selesaikan. “Menyiapkan bahan presentasi Ketua memang perlu tenaga ekstra bagi Saya. Tapi ini adalah tugas Saya, sehingga Saya harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan. Selain itu, Saya sekarang sudah terjun di KPU, jadi suka tidak suka, harus Saya sukai dan Saya harus terus belajar. Meskipun, jujur Saya tidak memiliki latar belakang pendidikan politik maupun hukum,” ungkap Eka. Selain menyiapkan presentasi Ketua, menurut perempuan 26 tahun ini, satu hal lagi yang menjadi tantangannya adalah siap bekerja sampai malam meski sedang tidak ada pemilihan. Karena banyak tugas Ketua yang harus ia bantu. Sekali lagi, Eka tetap berusaha menjalankan tugas ini sampai dengan selesai, sebab ini adalah tanggung jawabnya. (AACS)

DELEGASI KPU JATIM LAPORKAN HASIL RAPAT PENINGKATAN KAPASITAS BENDAHARA PENGELUARAN TAHUN 2017

  Surabaya, jatim.kpu.go.id- Delegasi Komisi Pemilihan Umum  Jawa Timur (KPU Jatim), Yulyani Dewi hari ini, Selasa, tanggal 16 Mei 2017 jam satu siang di ruang rapat lantai II kantor KPU Jatim, laporkan hasil rapat Peningkatan Kapasitas Bendahara Pengeluaran Tahun 2017 yang diadakan KPU RI pada tanggal 8 s.d 10 Mei 2017 lalu. Laporan disampaikan pada forum yang dihadiri Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), HM. Eberta Kawima, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Slamet Setijoadji, serta seluruh staf subbagian Keuangan KPU Jatim. Menurut Dewi hasil rapat Peningkatan Kapasitas Bendahara Pengeluaran Tahun 2017 ini perlu disampaikan kepada seluruh staf Sekretariat yang berkecimpung langsung dengan keuangan di KPU Jatim karena agar semua pihak terkait mengetahui serta memahami update peraturan terkait dengan hibah pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2018. “Selain itu, juga agar dapat meningkatkan peran serta fungsi bendahara dan PPK selaku pengelola keuangan yang paling vital di tingkat satuan kerja,” jelas perempuan yang juga menjabat Kepala Subbagian Keuangan di KPU Jatim ini. Di dalam forum ini, Dewi diantaranya menyampaikan mengenai arahan yang diberikan terkait dengan peningkatan kapasitas bendahara, permasalahan di lapang yang berhubungan dengan bendahara, permasalahan laporan keuangan, saran dan tindakan, arahan Menteri Keuangan dalam rangka pengendalian belanja Kementerian/ Lembaga, LPJ bendahara pengeluaran, e-rekon, telaah laporan keuangan, dan sebagainya. Usai Delegasi KPU Jatim ini menyampaikan hasil rapat Peningkatan Kapasitas Bendahara Pengeluaran Tahun 2017, dibuka diskusi dengan peserta forum. Serta membahas mengenai persiapan KPU Jatim menghadapi pilkada tahun 2018, khususnya yang terkait dengan subbagian Keuangan. (AACS)

MENUJU PILKADA 2018, KPU JATIM INSTRUKSIKAN KPU KABUPATEN/ KOTA SOSIALISASIKAN PEREKAMAN E-KTP

  Surabaya, jatim.kpu.go.id- Menuju Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2018, Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim) menginstruksikan kepada seluruh KPU Kabupaten/ Kota di Jawa Timur untuk melakukan sosialisasi perekaman e-KTP kepada masyarakat. Demikian yang disampaikan Divisi Perencanaan dan Data KPU Jatim, Choirul Anam. Menurut Anam sosialisasi perekaman e-KTP penting dilakukan mengingat proses pemutakhiran data penduduk kebutuhan pilkada akan segera dilaksanakan di akhir tahun 2017 ini. “Sementara itu, dari data yang dilaporkan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo pada rapat bersama dengan Komisi II DPR RI di gedung Grahadi Surabaya tanggal 2 Mei 2017 yang lalu, terdapat kurang lebih 4.734.624 dari Wajib KTP sebanyak 33.166.579 atau 14,28% Wajib KTP di Jawa Timur belum melakukan Perekaman e-KTP,” ungkap Divisi Perencanaan dan Data KPU Jatim (16/05/2017). Berikutnya, bila mengacu Surat Edaran KPU RI Nomor 176 Tahun 2016, KPU telah berkomitmen melakukan pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan, yang salah satu agendanya ialah ikut membantu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam proses sosialisasi perekaman e-KTP. “Dengan adanya Surat Edaran KPU RI Nomor 176 Tahun 2016 dan perekaman e-KTP yang baru mencapai 14,28% ini, maka KPU Jatim menginstruksikan kepada KPU Kabupaten/ Kota untuk melakukan sosialisasi perekaman e-KTP kepada masyarakat di daerahnya masing-masing,” kata Anam. Sosialisasi perekaman e-KTP dapat dilakukan melalui media yang dimiliki/. “Seperti melalui brosur atau leaflet, bahkan turun langsung ke SMA, Perguruan Tinggi, maupun masyarakat,” tutur pria lulusan Universitas Negeri Surabaya ini. Anam pun berharap dengan sosialisasi perekaman e-KTP yang optimal, pada pilkada tahun 2018 serta pemilu nasional 2019, jumlah wajib KTP di Jawa Timur dapat 100% sudah melaksanakan perekaman e-KTP. “Sehingga pilkada ataupun pemilu dapat lebih berkualitas dan akurat,” tutup Anam. (AACS)

PENERIMA APEL INGATKAN TIGA KOMPETENSI DASAR SDM KPU

  Surabaya, jatim.kpu.go.id- Penerima Apel pagi Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim), Choirul Anam, hari ini (15/05/2017) ingatkan tiga (3) kompetensi dasar yang harus dipegang oleh sumber daya manusia (SDM) KPU, yang dalam hal ini seluruh keluarga besar KPU Jatim. Tiga kompetensi dasar yakni meliputi independen, integritas dan profesional. Menurut Anam, keluarga besar KPU Jatim perlu memegang teguh prinsip independen agar dapat mandiri atau merdeka. “Sehingga keputusan yang dihasilkan oleh KPU tidak mendapat tekanan dari pihak-pihak lain yang berkepentingan,” kata Penerima Apel. Anam melanjutkan bahwa prinsip integritas penting dikedepankan agar dapat bekerja sesuai aturan yang berlaku. “Saya kira Kawan-Kawan sudah mengetahui aturan masing-masing, serta tupoksi (tugas, pokok dan fungsi-red) masing-masing subbagian maupun antar subbagian. Karena Kita sudah membahas tupoksi setiap bagian dalam diskusi Kamisan KPU Jatim,” ujar anggota KPU Jatim yang menggawangi Divisi Perencanaan dan Data ini. Berikutnya, profesional berarti semua tugas dikerjakan tidak lagi menunggu perintah pimpinan. “Jadi harus bekerja dengan sepenuh hati dan bukan karena suruhan. Mari Kita bekerja dengan sepenuh hati ini, sehingga Kita tidak merasa terbebani dan terpaksa. Dengan bekerja sepenuh hati, output pekerjaan pun menjadi lebih baik. Harapan Saya, kawan-kawan dapat memaksimalkan kemampuannya. Harapan yang mendalam pula ketiga kompetensi dasar, yaitu independen, integritas serta profesional menjadi pegangan seluruh keluarga besar KPU Jatim,” tutur Anam. Menutup amanatnya dalam Apel Pagi, Anam menyampaikan bila saat ini KPU Jatim menggandeng dan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam proses penganggaran Pilkada Tahun 2018. “Hal ini agar Kita lebih profesional, integritas dan independen,” pungkas Divisi Perencanaan dan Data KPU Jatim. (AACS)

HADAPI PILKADA DAN PEMILU, KPU JATIM SUDAH MILIKI KESEPAHAMAN PERENCANAAN PENGADAAN LOGISTIK

  Surabaya, jatim.kpu.go.id- Menghadapi pemilihan tahun 2018 dan 2019, Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim) membangun kesepahaman mengenai perencanaan pengadaan barang dan jasa logistik pemilihan. Menurut Sekretaris KPU Jatim, HM. Eberta Kawima, hal ini penting mengingat pengadaan logistik yang baik, ikut menyukseskan penyelenggaraan pemilihan. Wima menyampaikan logistik pemilu meliputi surat suara, kotak suara, perlengkapan TPS, dan lain sebagainya. Adapun di dalam pengadaan dan distribusi logistik harus dilakukan sesuai tahapan. “Sesuai tahapan di sini artinya Kita tidak dibenarkan melakukan pengadaan logistik mendahului waktu yang telah ditentukan,”  ujar Sekretaris KPU Jatim (12/05/2017). Selain itu, Wima menekankan pula supaya pengadaan logistik dilakukan oleh Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) masing-masing satuan kerja (satker). “Namun, apabila satker mengalami kekurangan Sumber Daya Manusia baru dapat menggunakan ULP dari pemerintah daerah. Berikutnya dalam pengadaan logistik, lharus dilakukan secara prosedural dan normatif. Hindari pemecahan pengadaan untuk menghindari lelang,” terang pria kelahiran Malang ini. Terakhir, untuk pengadaan jasa pengacara harus ada gugatan PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum-red) dulu, baru proses pengadaan jasa tersebut dilakukan. Maksudnya, tidak boleh mengadakan jasa pengacara dulu sebelum ada PHPU. Jasa pengacara PHPU tidak ada lelang berapapun nilainya. Sepanjang telah ada gugatan PHPU dari pasangan calon,” papar Wima saat diwawancarai. (AACS)

GONJANG-GANJING KPU AD HOC/ PERMANEN ?

  Digulirkannya wacana ad hoc untuk KPU Kabupaten/ Kota, menjadi perbincangan hangat di kalangan sekretariat KPU akhir-akhir ini. Wacana yang digulirkan oleh Ketua Pansus RUU Pemilu tersebut sedikit banyak menjadi pertanyaan di kalangan sekretariat KPU, apakah ini menjadi bentuk pelemahan kelembagaan KPU sebagai penyelenggara pemilu? Adapun alasan yang dilontarkan oleh Ketua Pansus tersebut cukup beralasan, dimana apabila nanti pemilu dilaksanakan serentak, maka banyak waktu yang kosong pada kegiatan di lembaga KPU sebagai penyelenggara pemilu, memang tidak bisa dipungkiri alasan tersebut memang benar adanya bagi masyarakat awam yang masih belum mengerti betul apa itu penyelenggara pemilu. Ditarik dari teori ataupun pengertian lembaga penyelenggara pemilu atau biasa disebut Electoral Management Body (EMB), adalah organisasi atau badan yang memiliki tujuan tunggal, dan secara hukum bertanggung jawab untuk, mengelola beberapa atau semua elemen yang penting untuk pelaksanaan pemilihan dan instrumen-seperti demokrasi langsung sebagai inisiatif referendum, warga dan mengingat orang -jika mereka adalah bagian dari kerangka hukum.[1] Secara kelembagaan Badan Pelaksana Pemilu (EMB) mempunyai tugas pokok/unsur-unsur pokok dalam tugasnya meliputi : menentukan siapa yang berhak untuk memilih; menerima dan memvalidasi nominasi peserta pemilu (pemilihan, partai politik dan / atau calon); melakukan pemungutan suara; menghitung perolehan; melakukan tabulasi;[2]   Selain unsur-unsur penting di atas, Badan Pelaksana Pemilu (EMB) juga melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan instrument pemilu, diantaranya pendaftaran pemlih, penetapan batas-batas pemilih, pendidikan pemilih dan penyampaian informasi, penyelesaian sengketa pemilu. Namun, Lembaga yang hanya memiliki tanggung jawab pemilu tertentu, misalnya, pendapilan (seperti komisi penetapan dapil), penyelesaian sengketa pemilu (seperti pengadilan pemilu), pemantauan media pemilu (seperti komisi pemantauan media), atau pelaksanaan pendidikan pemilih dan informasi (seperti komisi pendidikan kewarganegaraan) tidak dianggap sebagai EMB karena tidak mengelola salah satu elemen penting diidentifikasi di atas. Demikian pula, populasi nasional atau biro statistik yang menghasilkan register pemilu sebagai bagian dari proses umum registrasi penduduk, juga tidak bisa dianggap sebagai EMB. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penyelenggara pemilu adalah lembaga yang benar-benar melaksanakan tugas-tugas pokok diatas. Nah, salah satu alasan yang cukup menarik yang disampaikan oleh Ketua Pansus RUU Pemilu,[3] adalah dengan disamakannya KPU dengan Bawaslu, dimana Panwaslu Kabupaten/ Kota juga dalam posisi ad hoc, hal ini bisa dikatakan tidak beralasan kuat, karena walaupun menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum disebutkan dalam pasal 1 ayat ( 5 ) bahwa “Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis”. Akan tetapi Bawaslu tidak melakukan tugas-tugas pokok sebagaimana lembaga Badan Pelaksana Pemilu ( EMB ), sehingga dapat disimpulkan secara teoritik Bawaslu bukan merupakan lembaga pelaksana pemilu.(lebih jelasnya lihat tugas dan wewenang Bawaslu sebagaimana ada di Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu pasal 73 ayat ( 3 )). Berkaitan dengan kedudukan KPU sebagai penyelenggara pemilu (EMB) sangat erat kaitannya dengan Siklus Pemilu (electoral cycle). Di dalam siklus pemilu tersebut mencakup tahapan untuk proses pemilihan: dalam pemilihan, misalnya, desain dan penyusunan peraturan perundang-undangan, perekrutan dan pelatihan staf pemilihan, perencanaan pemilu, pendaftaran pemilih, pendaftaran partai politik, pencalonan partai dan calon, kampanye pemilu, pemungutan suara, penghitungan, tabulasi hasil, deklarasi hasil, penyelesaian sengketa pemilu, pelaporan, audit dan pengarsipan. Setelah akhir satu proses pemilu, itu diinginkan untuk bekerja untuk memulai pada berikutnya. Dalam menentukan apakah suatu EMB permanen atau sementara sesuai atau tidak, diperlukan pertimbangan beban kerja sepanjang siklus pemilu, dan biaya pemeliharaan lembaga permanen harus dibandingkan dengan biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk badan baru untuk setiap pemilu. Dimana EMB sementara ( Ad hoc ) dirasa  tepat, penting untuk mempertimbangkan bagaimana dokumen kelembagaan yang berkaitan dengan pemilu akan dipertahankan. Di mana peristiwa pemilu terjadi secara teratur-seperti biasa parsial atau dengan-pemilihan dan pemilih terus menerus pendaftaran-atau di mana melanjutkan pekerjaan pembangunan pemilu, seperti pendidikan pemilih yang sedang berlangsung dan informasi atau advokasi reformasi undang-undang pemilihan yang dibutuhkan, lembaga pemilihan permanen sangat diperlukan. Apabila memang diperlukan KPU sebagai penyelenggara pemilu yang bersifat tetap, maka perlu adanya rancangan kegiatan dalam siklus pemilu yang berkelanjutan, terprogram dan komprehensif. Terutama program-program pasca pemilu, diantaranya penguatan kelembagaan & pengembangan kinerja professional, pemutakhiran daftar pemilih, reformasi badan penyelenggara pemilu, usulan reformasi hukum, kajian audit dan evaluasi, pengarsipan dan penelitian. Inilah yang menjadi “PR” bagi KPU untuk merumuskan kegiatan-kegiatan tersebut secara riil dalam mengisi kekosongan yang diakibatkan oleh pemilu serentak. Kekurangan KPU adalah tidak adanya Badan Litbang tersendiri yang bertugas merencanakan suatu kegiatan dan mengevaluasinya. Dengan adanya perencanaan kegiatan yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengembangan penelitian dan lebih mengedepankan lokalitas kedaerahan, maka kegiatan tersebut lebih mampu menghasilkan output yang maksimal. Paling tidak Litbang tersebut ada dalam setiap KPU Provinsi, sehingga dapat lebih detail dalam merencanakan, dan mengevalusi kegiatan-kegiatan tersebut. (Hedrian Haswara Bayu/ Staf KPU Kabupaten Pamekasan)   Referensi: [1]The International IDEA Handbook, Electoral Management Design, Stockholm, Publications Office International IDEA, 2006, hal. 5 [2] Ibid, [3] “Bawaslu Kab/Kota tidak dipermanenkan, tapi KPU Kabupaten/Kota juga di Ad-Hic ka. Karena kan serentak, ada sisa nasa jabatan dimana mereka gak punya tugas lagi. Ini kabar buruk untuk KPU Kab/Kota” kata Ketua Pansus RUU Pemilu pada Acara Seminar Nasional AIPI di UGM Jogjakarta, 27 April 2017 diakses dari www.rumahpemilu.org